Pages

Sunday 12 December 2010

Pemimpin Harus Tegas

Lengkaplah kini hidup Zannuba Arifah Chafsoh Rahman atau dikenal sebagai Yenny Wahid. Saat ini, dia tidak melulu berperan sebagai perempuan aktivis atau politisi, melainkan juga sebagai seorang ibu. Rumahnya semakin meriah sejak kelahiran putrinya, Malika Aurora Madhura (Maica), dari perkawinannya dengan Dhohir Farisi (anggota DPR dari Fraksi Gerindra).
Nama putri kedua mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang juga cicit pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Ashari memang seperti hadir di semua lini kancah politik negeri ini. Pengalamannya sebagai mantan wartawati pada era gerakan massa Reformasi tentu ikut menempa dirinya hingga berlanjut ke berbagai bidang, mulai dari politisi, aktivis parpol, staf khusus presiden hingga dosen.


Bagaimana Anda memperoleh "keberanian" berkarier di bidang politik praktis?
(Lea Roosa R Chandra P, Jakarta)

Sebetulnya bukan keberanian yang saya miliki, tetapi lebih pada mimpi dan keinginan agar negeri ini lebih damai, adil, makmur, dan sejahtera. Cita-cita yang jelas tercantum dalam pembukaan konstitusi kita. Inilah yang menggerakkan saya. Bagi saya, politik bukanlah karier. Politik hanyalah salah satu alat untuk mencapai cita-cita bangsa.
Saya memaknai politik sebagai hal yang mulia, seperti yang dikatakan mendiang Presiden Kennedy, karena tiap keputusan politik berdampak langsung kepada orang banyak. Karena itu, seyogianya politik diisi orang-orang yang mau mengabdi bagi kepentingan masyarakat, bukan orang yang mengejar jabatan. Saya sendiri merasa telah mendapatkan banyak privilese dalam hidup. Karena itu, sudah menjadi kewajiban untuk membuat diri saya berguna bagi sesama.
Akhir-akhir ini di negara kita di mana-mana ada perampokan, teroris, demonstrasi; pengangguran dan kemiskinan bertambah banyak.

Wah, rasanya semakin khawatir terhadap masa depan generasi kita ini? Bagaimana, ya?
(Harry Sujoso, Bekasi)

Filsuf Thomas Hobbes mengatakan, manusia pada hakikatnya ingin menangnya sendiri. Karena itu, diperlukan adanya pranata sosial serta peran negara untuk menegakkan aturan agar tercipta ketertiban umum. Sayangnya, di negara ini kita melihat tangan hukum tidak bisa menjangkau mereka yang kuat dan berkuasa.
Di bidang ekonomi, sumber-sumber daya dikuasai sebagian kecil orang saja sehingga timbul ketidakmerataan. Yang kaya makin kaya, sementara yang miskin tambah sengsara. Ketika ketidakadilan ini berlanjut, timbul perasaan kecewa pada sebagian masyarakat kita. Kalau tidak dikelola dengan baik, akan muncul keresahan sosial yang dapat berujung pada anarki.
Adalah tugas negara untuk menegakkan aturan secara adil dan menyejahterakan rakyatnya. Ketika fungsi negara tersebut tidak mampu dilaksanakan, tentu perlu ada evaluasi terhadap pola penyelenggaraan negara yang telah berlangsung agar kondisi tidak semakin memburuk.

Mbak, Anda ahli waris biologis dan ideologis dari Gus Dur! Kapan Anda bergerak untuk segera membuat parpol yang kuat dan langgeng? Parpol yang didirikan Gus Dur saat ini terpuruk dan akan tenggelam?
(Fathoni Tamzis, Jakarta Timur)

Pohon setinggi apa pun awalnya adalah sebuah tunas kecil. Batu sekeras apa pun bisa hancur karena tetesan air yang terus-menerus. Berjuang haruslah istiqomah dan terus-menerus Perjuangan diawali dari sebuah visi, yang kemudian dituangkan dalam beragam kegiatan dan wadah.
Parpol adalah salah satu wadah. Lahirnya parpol harus berdasar pada kebutuhan rakyat dan sejarah. Parpol yang lahir tanpa landasan idealisme dan visi yang kuat tidak akan bisa menjadi besar. Sementara parpol besar yang digerogoti pragmatisme lama-lama akan terpuruk dan tenggelam. Kapan parpol yang kuat bisa lahir? Keinginan rakyat yang akan membidaninya.

Mbak Yenny, bagaimana program untuk membangkitkan kembali PKB yang semakin terpuruk bahkan terpecah karena kehilangan karakternya?
(Ibu Yuli Bura, Tana Toraja)

Memang tragis kenyataan yang telah Anda uraikan tentang terpuruknya partai yang didirikan oleh almarhum Gus Dur. Keterpurukan itu disebabkan oleh pragmatisme yang melanda pengurusnya sehingga menyebabkan hilangnya idealisme dalam berpartai. Kendaraan politik memang diperlukan, tetapi yang jauh lebih penting adalah memastikan bahwa idealisme politik Gus Dur dalam membela kebenaran tetap berjalan apa pun wadahnya.
Persoalan parpol tidak bisa dikerjakan secara instan. Proses reideologisasi sampai pembenahan struktur organisasi membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan harus dipikirkan matang. Selama ini banyak partai yang muncul secara musiman dan tumbang setelah pemilu. Kami dari DPP PKB pro-GusDur sedang berpikir dan berusaha keras mencari cara terbaik untuk mengembalikan kendaraan politik barisan pro-Gus Dur.

Mbak Yenny, para "pemimpin" kita umumnya bekerja tidak berdasarkan pada hati nurani untuk rakyat, tetapi hanya sebatas masalah "perut". Kasarnya, mereka hanya konsentrasi menambah kekayaan walaupun mereka sudah sangat kaya. Apa resep perbaikan kondisi ini, ya, Mbak Yenny?
(B Basuno, xxxx@yahoo.com)

Resepnya, ya, seperti Anda ini yang tidak pernah lelah dan berhenti berpikir untuk bangsa dan negara ini.
Namun, tantangannya adalah bagaimana menularkan resep Anda ini kepada sebanyak-banyaknya orang agar ada perubahan kultur dalam masyarakat kita. Bagaimana caranya agar para pemimpin kita punya keikhlasan dalam pengabdian dan memiliki rasa "cukup". Tanpa rasa cukup, berapa pun rezeki yang didapat akan selalu kurang.

Saya ingin tahu bagaimana sikap dan pandangan Anda tentang pluralisme, hak-hak kaum minoritas, dan kebebasan beragama?
(Raymond Permana Sutanto, Jakarta)

Keprihatinan Anda adalah keprihatinan kami. Negara ini tidak didirikan untuk satu suku bangsa dan satu golongan pemeluk agama saja. Negara ini didirikan atas dasar kebhinnekaan. Bahkan, sebelum republik ini lahir, masyarakat Nusantara adalah masyarakat yang sangat toleran terhadap kebudayaan yang saling berbeda.
Bagi saya pribadi, sangat menyedihkan melihat toleransi antar-umat yang dulu diperjuangkan oleh almarhum ayah saya ternyata saat ini mengalami keretakan akibat ulah segelintir orang yang membawa-bawa nama Islam. Yang mengherankan bagi kami, negara seolah tidak memiliki ketegasan dalam menghadapinya. Sejak kecil kami dididik dengan pemahaman bahwa Islam adalah agama yang membawa pesan perdamaian; dan keragaman adalah rahmat bagi umat manusia.
Bagaimana pandangan Ibu soal pernikahan beda agama?
(Hans Benardi, Tangerang, Banten)

Walaupun tetap berdimensi sosial, pernikahan masuk dalam ranah privat bagi setiap manusia dan siapa pun punya hak melakukannya apabila cukup usia, termasuk mereka yang berbeda agama. Namun, aturan formal di Indonesia membuat pernikahan beda agama sulit untuk dilakukan.
Dalam Islam, nikah beda agama adalah satu pokok soal yang diperdebatkan para ulama, mulai dari dulu hingga sekarang. Sebagian ulama, dengan merujuk pada ayat Al Quran, memperbolehkan pernikahan laki-laki Muslim dengan perempuan ahli kitab (non-Muslim). Sejarah pun menuturkan beberapa Sahabat Nabi yang menikah dengan perempuan Yahudi dan Nasrani.
Saya sendiri berpendapat, dalam sebuah keluarga akan lebih memudahkan dalam hal pengasuhan anak apabila ada kesamaan agama pada orangtua. Namun, banyak pula kasus keluarga dengan latar belakang orangtua yang berbeda agama justru bisa mengajarkan sikap toleransi kepada anak
Mana yang lebih menyenangkan, dunia pers atau politik? Sebagai tokoh dari keturunan seorang guru bangsa, apa karakter khas Anda yang sama sekali berbeda dengan sang ayah atau kakek (dalam berpolitik)?
(Hanifah Nafiatin, Bandung)

Keduanya memiliki dimensi keasyikan tersendiri walaupun ada titik persinggungan di antara keduanya. Baik dunia pers maupun politik sama-sama bersentuhan dengan masalah kebenaran. Pers berfungsi untuk mengungkap kebenaran. Politik adalah sarana untuk menegakkan kebenaran.
Baik Bapak maupun Kakek, dua-duanya memiliki pengaruh dalam diri saya. Masing-masing memberikan warna dalam kehidupan saya. Pada satu sisi mereka adalah pionir perubahan dengan daya dekonstruksi yang luar biasa.
Beliau berdua adalah orang-orang yang berani menegakkan kebenaran dan sangat peduli dengan kondisi masyarakat dan bangsanya. Beliau berdua juga mempunyai keyakinan spiritual yang sangat tinggi serta keikhlasan yang melegenda.
Selamat dan bahagia atas kehadiran putri Ibu di tengah keluarga. Apakah Ibu yakin bahwa NKRI tetap utuh minimal 50 tahun ke depan? Setelah beliau (almarhum Gus Dur) tidak bersama kita lagi, sebagai seorang penjaga pluralisme di negeri tercinta ini, kita gamang melihat demokrasi yang kebablasan, raja-raja kecil otonomi daerah yang menguras sumber daya alam dengan kerakusan dan keserakahan.
(Bahara Hutajulu, Jawa Barat)

Terima kasih atas ucapan selamatnya. Hadirnya putri kami memang membawa kebahagiaan luar biasa bagi kami. Semoga dia nanti bisa tumbuh menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsanya.
Mengenai negara ini, Republik Indonesia dibangun atas imaji kolektif founding fathers kita, didorong oleh adanya a shared fate atau kesamaan nasib sebagai orang terjajah dan keinginan untuk mengubahnya.
Kebhinnekaan dan keadilan sosial adalah komponen-komponen utama dalam konsep bernegara kita. Keragaman disatukan oleh cita-cita luhur untuk menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat, adil dan makmur.
Pikiran saya selama ini adalah: bangsa kita ini bangsa yang agamis, pembukaan UUD 1945 bernuansa agamis, Pancasila juga agamis, bahkan pasal-pasal dalam UUD juga demikian. Namun, mengapa masyarakat kita menjadi manusia-manusia yang seakan tidak beragama? Kesalahannya di mana, toh?
(Machmud Soleha, xxxx@yahoo.co.id)

Sangat ironis bahwa Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, yang kuota hajinya mencapai ratusan ribu jemaah tiap tahunnya, juga adalah negara yang indeks korupsinya paling tinggi. Kesalahannya: mentalitas masyarakat dan sistem hukum kita yang permisif. Karena itu, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Hukum yang tegas akan menutup ruang bagi perilaku koruptif dan seenaknya sendiri.

Semua yang korupsi harus dihukum apa pun pangkat dan kedudukannya. Untuk itu, pemimpin kita harus tegas dan inspiratif agar bangsa ini bisa keluar dari jebakan perilaku koruptif di semua lini.

Sumber: Rubrik KompasKita, Kompas, Selasa 23 November 2010
Foto: Kompas 

No comments:

Post a Comment